Siti Sakinah Kasturian saat diwawancarai sejumlah media, Dok : D'Gam Photo
Ternate, Malut.net -Ketua Kohati Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate,Siti Sakinah Kasturian memaparkan persoalan Isu-isu yang menyangkut hak-hak perempuan, mulai dari kekerasan berbasis gender, keterwakilan di parlemen, hingga dampak ekologis terhadap perempuan, terus menjadi pekerjaan rumah yang harus dikawal. Minggu 9 Maret 2025.
Ini disampaikan oleh Siti Sakinah Kasturian bahwa Hari Perempuan Internasional yang diperingati pada tanggal 8 Maret menjadi pengingat bahwa perjuangan perempuan masih panjang dan penuh tantangan.
Siti menegaskan bahwa perjuangan perempuan tidak boleh hanya berhenti pada wacana. Sebab Menurutnya, momentum seperti ini harus menjadi bahan refleksi untuk melihat sejauh mana gerakan perempuan telah berjalan dan apa yang masih harus diperjuangkan.
"Isu perempuan tidak hanya terbatas pada kekerasan seksual, tetapi juga berkaitan erat dengan kebijakan ekonomi dan keterlibatan perempuan di parlemen, serta isu lingkungan yang sering kali luput dari perhatian," tuturnya.
"Banyak yang masih berpikir bahwa isu perempuan hanya seputar kekerasan seksual, padahal cakupannya jauh lebih luas. Salah satu isu strategis yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah ekologi," ungkap Siti.
Siti menyebutkan, Salah satu contoh nyata yang disorot adalah pencemaran Sungai Sagea di Maluku Utara. Ia menegaskan bahwa perempuan adalah kelompok yang paling terdampak dalam persoalan lingkungan.
“Perempuan adalah rahim peradaban. Ketika lingkungan rusak, perempuan yang pertama kali merasakan dampaknya. Air yang tercemar akan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari, mulai dari kesehatan hingga keberlangsungan ekonomi rumah tangga,” katanya.
Karena itu, menurutnya, gerakan perempuan harus ikut mengawal kebijakan lingkungan agar lebih berpihak pada keberlanjutan hidup masyarakat, terutama bagi perempuan yang sering kali berada di garis depan dalam mengatasi dampak dari kerusakan lingkungan.
Selain isu lingkungan, Sakinah juga menyoroti stagnasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), yang hingga kini masih tertahan di Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“RUU PPRT ini sudah masuk Prolegnas sejak masa Presiden SBY, tetapi selama 20 tahun belum juga disahkan. Ini menunjukkan betapa sulitnya kebijakan yang berpihak pada perempuan untuk bisa benar-benar diwujudkan,” ujarnya.
RUU PPRT, menurutnya, adalah salah satu regulasi penting yang harus segera diperjuangkan, mengingat pekerja rumah tangga yang mayoritas adalah perempuan sering kali berada dalam kondisi rentan baik secara ekonomi maupun perlindungan hukum.
“Kita harus memastikan bahwa perempuan yang bekerja di sektor domestik memiliki perlindungan hukum yang jelas. Tidak boleh lagi ada eksploitasi atau diskriminasi yang dibiarkan tanpa ada regulasi yang membela mereka” tegasnya.
Sakinah berharap bahwa diskusi dan refleksi yang dilakukan pada Hari Perempuan Internasional ini dapat melahirkan langkah konkret yang bisa ditindaklanjuti.
“Dari diskusi tadi, kita telah menyusun berbagai proposal dan rekomendasi. Harapannya, ini tidak berhenti di ruang diskusi saja, tetapi bisa menjadi agenda bersama untuk mengawal isu-isu perempuan dengan lebih solid” katanya.
Gadis asal Kota Tidore Kepulauan itu juga menyampaikan pentingnya sinergi antara organisasi perempuan agar perjuangan yang dilakukan bisa lebih efektif dan berdampak luas.
“Perjuangan perempuan tidak boleh terfragmentasi. Kita harus saling mendukung, saling menguatkan, agar kebijakan yang berpihak pada perempuan bisa benar-benar terwujud. Tidak hanya menjadi janji kosong di atas kertas,” pungkas perempuan memiliki raut wajah seperti Artis Bolywood Prety zinta itu.
Momentum Hari Perempuan Internasional ini menjadi pengingat bahwa perjuangan kesetaraan belum selesai. dari ruang diskusi hingga meja kebijakan, suara perempuan harus terus diperjuangkan agar tidak lagi terpinggirkan. (Julia/red).